COINSMONEDES — Jakarta – Mengalami kehilangan seseorang yang dicintai adalah ujian berat bagi siapa pun, termasuk atlet profesional. Bacary Sagna, mantan bek Arsenal dan Manchester City, tahu betul bagaimana rasanya mencoba tetap bermain sepak bola di tengah duka. Pada Februari 2008, ia kehilangan kakaknya, Omar, sehari sebelum sang kakak berulang tahun ke-28.
Kini, Sagna menyampaikan empatinya kepada para pemain Liverpool yang tengah berduka setelah Diogo Jota dan saudaranya, Andre, meninggal dalam kecelakaan mobil di Spanyol pada 3 Juli lalu.
“Kita adalah manusia sebelum menjadi atlet,” kata Sagna. “Kita menghabiskan lebih banyak waktu dengan rekan setim daripada dengan keluarga sendiri. Jadi, ini akan sangat berat. Aku tidak yakin mereka bisa tampil sebaik musim lalu, apalagi setelah kehilangan seseorang yang sangat berarti di klub—seorang saudara, aku menyebutnya begitu.”
Duka yang Membawa Trauma
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5283104/original/053316700_1752511405-Diogo_Jota.jpg)
Sagna mengaku pernah memaksakan diri bermain setelah kepergian Omar, dan itu berdampak buruk pada performanya.
“Aku kehilangan kakakku di 2008, saat musim keduaku bersama Arsenal,” ungkapnya kepada CNN. “Pikiranku tidak fokus. Aku mulai melakukan kesalahan-kesalahan dasar. Mengontrol bola terasa sulit. Seolah otakku melambat.”
Ia khawatir pemain Liverpool mungkin mengalami hal serupa. “Beberapa dari mereka mungkin tidak bisa fokus karena terus memikirkannya. Di ruang ganti, satu kursi akan kosong. Saat makan siang, satu tempat akan kosong. Di bus, satu tempat akan kosong. Aku sangat menyarankan mereka untuk berbicara. Aku dulu tidak melakukannya, dan itu memengaruhiku.”
Pentingnya Dukungan Mental
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5274270/original/041910400_1751717223-20250705-Pemakaman_Diogo_Jota-AFP_1.jpg)
Liverpool dikenal sebagai klub yang sangat peduli dengan kesehatan mental pemain dan staf. Namun, Sagna menekankan bahwa konseling profesional adalah kunci utama untuk melewati masa sulit ini.
“Seratus persen mereka butuh itu,” tegasnya. “Mungkin mereka bilang ‘Kami baik-baik saja’, tapi mereka perlu memprosesnya. Kesalahanku dulu adalah menghindar dari pembicaraan. Padahal, kita harus mengeluarkan emosi sebelum bisa kembali bermain baik.”
Sagna beruntung karena Arsenal saat itu memiliki psikolog tim. Suatu hari, sang psikolog mendatanginya dan mengatakan, “Aku memperhatikan matamu kosong. Kamu ada di sini, tapi tidak benar-benar di sini.”
Pertemuan itu menjadi titik balik. “Aku belajar banyak tentang diriku. Aku seperti mesin—pergi latihan tapi bahkan tidak ingat bagaimana sampai di sana. Psikolog itu membantuku memahami bagaimana mengolah masa lalu menjadi sesuatu yang positif.”
Belajar dari Kesalahan
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5281819/original/078482400_1752421096-000_66MX8FM.jpg)
Awalnya, Sagna skeptis dengan terapi psikolog. “Dulu aku berpikir, ‘Untuk apa curhat pada orang asing yang hanya belajar dari buku?’ Tapi ternyata, mereka memberiku rasa nyaman. Aku merasa lebih lega. Kenapa tidak dari dulu?”
Ia berharap pemain Liverpool tidak mengulangi kesalahannya. “Mereka harus berbicara. Duka ini bukan hanya milik Liverpool, tapi juga seluruh dunia sepak bola. Diogo Jota dicintai dan dihormati banyak orang.”
Dengan Premier League musim baru akan segera dimulai, tantangan mental mungkin lebih berat daripada tantangan fisik. Namun, dengan dukungan yang tepat, Sagna yakin Liverpool bisa melewatinya—meski butuh waktu.
“Yang terpenting, mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian,” tutupnya.